Oleh: Nabila Umami Sufyadi*)
ALMANAR.PONPES.ID – IDEALNYA, teknologi bermanfaat untuk memudahkan manusia mengakses kebutuhan informasi serta menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.
Akan tetapi, kemajuan teknologi yang sangat pesat menuntut kita untuk jeli dalam memilah dan memilih berbagai informasi yang diterima, terutama dari internet.
Berbagai hal dapat diakses melalui internet secara bebas, termasuk game online.
Akhir-akhir ini, kita menyaksikan waktu produktif yang seharusnya digunakan untuk belajar, bekerja, dan beribadah pun dihabiskan oleh sebagian generasi muda untuk bermain game online.
Fenomena game online telah menjangkiti semua kalangan; mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, bahkan lanjut usia. Padahal adanya game online di setiap aktivitas akan membuat seseorang kecanduan (Lee I Chen Y & Holim L, 2007).
Kecanduan akan menyebabkan pada ketergantungan yang berujung pada seseorang lupa terhadap hakikat dirinya dan keberadaannya sebagai makhluk Tuhan.
Anak-anak lupa statusnya sebagai siswa.
Remaja lupa statusnya sebagai pelajar.
Pemuda tidak ingat keberadaan mereka sebagai mahasiswa yang akan segera mengisi posisi-posisi strategis dalam pemerintahan, partai politik, perusahaan, atau ormas.
Tragisnya lagi ada kepala keluarga yang larut dalam game online sehingga lupa mencari nafkah untuk anak dan isterinya.
Tak jarang, anak-anak dan isteri mereka terlantar dan jatuh dalam jurang kemiskinan dan kebodohan.
Fenomena ini memiliki andil dalam memperpanjang status pendidikan Aceh berada dalam zona merah (Baca: Hasan Basri M Nur, Pendidikan Aceh di Zona Merah, Pejabat Masih Lambong-lambong Kupiah?, https://aceh.tribunnews.com, Rabu, 17 Maret 2021).
Indonesia Peringkat Lima Dunia
Global Digital Overview (2020) merilis jumlah gamer (pemain game) di dunia mencapai 3,5 miliar orang.
Indonesia berada pada peringkat lima pemain game online terbesar di dunia.
Gamer Indonesia mampu menghabiskan waktu bermain game online satu ronde tanpa berhenti sekitar 1 jam 23 menit (Simon Kemp, 2020).
Penulis belum menemukan data akurat berapa banyak pengguna game online di Aceh dan di nomor urut dari 34 provinsi di Indonesia.
Tapi dari observasi penulis, hampir semua warung kopi di Banda Aceh dan Aceh Besar menyediakan fasilitas wi-fi dan di dalamnya nongkrong banyak remaja/pemuda yang asik bermain game.
Bahaya Game Online
Game online lebih banyak mudharat dari manfaatnya.
Game online dapat menyebabkan pemainnya menjadi linglung, depresi yang berujung kematian, idiot hingga pikun di usia muda.
Sebagimana dilansir Edo.S.Jaya (2018), di Amerika Serikat ada sebuah kasus yang sempat memanaskan dunia, yaitu seorang pria 35 tahun mati mendadak setelah 22 jam bermain game online tanpa berhenti.
Nurul Diva (2021) mengabarkan, pada akhir Februari 2021 Jawa Barat dikejutkan oleh Raden Tri Sakti yang merupakan siswa kelas 1 SMP di Kabupaten Subang, meninggal akibat kecanduan game online. Raden kerap menghabiskan waktu berjam-jam untuk memainkan game.
Game Online di Aceh
Bagaimana dengan aktivitas permainan game online di Aceh?
Berdasarkan penelitian mahasiswa keperawatan Universitas Syah Kuala disebutkan 40,3 persen dari 67 siswa di SMAN 5 Banda Aceh telah mengalami kecanduan game online. (Bahagia, 2019, Jurnal JIM FKEP Vol. IV No. 1).
Dari Aceh Tengah dilaporkan, merebaknya fenomena game online menyebabkan tiga pelajar di sana nekat melakukan penyimpangan sosial dengan membobol sekolah SMK 2 Takengon.
Ketiga remaja itu nekat membobol sekolah dan mengambil uang sebesar Rp 3 juta rupiah dan menghabiskannya untuk bermain game online di warnet.
Mereka butuh uang untuk bayar rental fasilitas internet di warnet dan berfoya-foya.
Melihat kenekatan tiga pelajar di Aceh Tengah ini hampir dapat disimpulkan bahwa kecanduan game online mendekati bahaya penyalahgunaan narkoba.
Kita sering membaca berita pengguna narkoba kerap melakukan aktivitas pencurian, pencopetan, perampokan, dan perampasan untuk memenuhi kebutuhannya.
Kita dapat dengan leluasa menyaksikan anak-anak muda Aceh (mulai pelajar SD, SMP, SMA hingga mahasiswa) duduk berjamaah di sejumlah warung kopi yang menyediakan fasilitas wi-fi di Banda Aceh dan kota-kota lainnya di Aceh yang berlaku Syariat Islam.
Di layar android dan laptop mereka mayoritas terlihat aneka permainan online.
Walau duduk bersebelahan dengan temannya, mereka nyaris tidak saling menatap atau berbicara.
Bola mata mereka melotot pada layar HP dan laptop.
Para orangtua di kampung mengira anak-anak mereka sangat tekun dalam belajar di kampus, pustaka atau di rumah kos.
Aktivitas mereka nyaris tidak terpantau oleh orangtuanya.
Mereka bebas, tak ada yang melarang.
Aparatur pemerintah, aparat keamanan, pemuka adat dan agama juga nyaris tak berbuat apa-apa atas fenomena merebaknya permainan online di Aceh. Duh!
Plang Beukah Karena Game
Kecanduan akan game online dapat mempengaruhi psikologi seseorang.
Permasalahan ini dianggap serius oleh World Healt Organization (WHO) yang mengeluarkan statement bahwasanya kecanduan game online merupakan suatu gangguan mental.
Bagian Klasifikasi Penyakit Internasional WHO telah menganalisa berdasarkan referensi mengenai penyakit yang diakui dan diagnosa.
Dalam referensi tersebut, WHO menggambarkan kecanduan game digital dan video sebagai pola perilaku permainan yang terus-menerus atau berulang. (WHO, Gaming Behaviour, released by WHO Americans on September 2018)
Professor dari Tokyo’s Nihon University, Akio Mori (2008), memaparkan hasil penelitiannya tentang dampak game online pada aktivitas otak.
Dari penelitian Akio Mori tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat 2 poin penting.
Pertama, penurunan aktivitas gelombang otak depan yang memiliki peranan sangat penting dengan pengendalian emosi dan agresivitas sehingga mereka cepat mengalami perubahan mood, seperti mudah marah, mengalami masalah dalamhubungan sosial, tidak konsentrasi, dan lain sebagainya.
Kedua, penurunan aktivitas gelombang beta merupakan efek jangka panjang yang tetap berlangsung meskipun gamer tidak sedang bermain game.
Dengan kata lain, gamers mengalami ‘autonomic nerves’ yaitu tubuh mengalami pengelabuan kondisi dimana sekresi adrenalin meningkat sehingga denyut jantung, tekanan darah dan kebutuhan oksigen terpacu tajam.
Temuan Akio Mori diperkuat oleh Professor Leif Salford yang merupakan seorang peneliti masalah dampak pemakaian telepon selular (ponsel) terhadap kesehatan.
Gelombang mikro yang keluar dari ponsel dapat memicu timbulnya penyakit Alzheimer (kepikunan) lebih awal dari usia semestinya. (Lihat Salford, Leif G; Arne E. Brun, Jacob L. Eberhardt, Lars Malmgren, dan Bertil R. R. Persson, 2003).
Alzheimeir menyebabkan menurunnya kemampuan berfikir serta kemampuan mengingat-ingat atau memori.
Gejala penyakit alzheimer mirip dengan orangtua yang sudah pikun alias plang beukah.
Anak yang sudah kecanduan game online akan sanggup untuk berada di depan layar monitor hingga berjam-jam, bahkan berhari-hari.
Hal ini akan menyebabkan gangguan pada mata, gangguan jiwa (psikologi) dan gangguan sosial seperti cuek terhadap teman dan lingkungan sekitarnya.
Tegakkan Fatwa MPU
Fenomena game online di Aceh sangat memprihatinkan.
Jika ini dibiarkan dan tanpa ada upaya pencegahan, maka bersiap-siaplah Aceh berada dalam bahaya kedatangan generasi muda pikun dan idiot massal ke depannya, atau generasi plang beukah.
Untuk menanggulangi permasalahan ini perlu adanya regulasi tertulis dan sinergis kebijakan pemerintah dan tokoh masyarakat untuk menindak masyarakat yang bermain game online.
Pemerintah diharapkan dapat memberikan sanksi untuk menekan korban dari dampak negatif yang ditimbulkan oleh game online.
Hukuman yang diberikan selayaknya mampu mengedukasi dan memberikan efek jera bagi penggunanya.
Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh telah mengeluarkan fatwa
Nomor 3 Tahun 2019 Tentang Hukum Game PUPG (Player Unknown’s Battle
Grounds) dan Sejenisnya Menurut Fiqh Islam adalah haram.
Fatwa MPU Aceh ini harus ditegakkan oleh aparat pemerintah yang ada di level provinsi, kabupaten/kota, hingga kecamatan dan gampong.
Aparat kemamanan dari unsur kepolisian dan Wilayatul Hisbah di berbagai jenjang didorong untuk melakukan razia secara rutin tempat-tempat yang lazim digunakan untuk bermain game online.
Demikian juga aparatur kecamatan, mukim, dan desa, perlu menggelar razia dan memberikan arahan hingga sanksi sesuai qanun atau adat setempat kepada pemain game online dan pihak yang menyediakan fasilitas game online.
Dengan kerja sama yang terpadu, Aceh dapat dibebaskan dari pengaruh game online sehingga terjauh dari kelahiran generasi alzeimer alias generasi pikun atau plang beukah. Semoga!
Banda Aceh. 18 Maret 2021
*) PENULIS, Nabila Umami Sufyadi, adalah alumni Pesantren Modern Al-Manar , Peserta MTQ Cabang Karya Tulis Ilmiah Quran (KTIQ) dari Aceh Besar 2021, email: nabilaumamioctaryadi@gmail.com)
Artikel ini telah tayang di serambinews.com dengan judul Game Online Merajalela, Wabah Pikun Mengancam Generasi Muda Aceh, https://aceh.tribunnews.com/2021/03/19/game-online-merajalela-wabah-pikun-mengancam-generasi-muda-aceh?page=4.
Editor: Zaenal
Subhanallah, semoga kesadaran, taufiq dan hidayah الله تعالى tercurah buat kita smwa atas wabah kecanduan android.
Mari bahu membahu menyelamatkan dien generasi kita.
aminn