ALMANAR.ID – Di Pesantren Modern Al Manar, santri kelas 3 Aliyah mulai diperkenalkan dengan Amaliyatut Tadris atau Micro Teaching, sebuah program yang memberikan pengalaman langsung dalam dunia pengajaran. Jika di perguruan tinggi mata kuliah Micro Teaching baru diajarkan pada semester lima atau enam, lalu di semester tujuh mahasiswa mulai menjalani Praktik Pengalaman Lapangan (PPL), maka di pesantren, santri sudah mendapatkan kesempatan tersebut jauh lebih awal.
Momen paling menegangkan dalam Amaliyah Tadris adalah saat santri harus tampil mengajar untuk pertama kalinya di hadapan guru pembimbing dan teman sejawat. Terlebih bagi mereka yang ditugaskan tampil perdana, ujian mental benar-benar terasa. Di sekeliling mereka, teman-teman sejawat berdiri mengamati dari samping, belakang, bahkan dari sudut ruangan, mencermati setiap gerak-gerik, metode mengajar, dan penguasaan materi. Para guru pembimbing pun hadir untuk menilai secara lebih detail, memastikan bahwa santri memahami bagaimana menyampaikan pelajaran dengan baik dan benar.

Setiap kesalahan yang terjadi, sekecil apa pun, akan dicatat dan dievaluasi dalam sesi Dars Naqd atau kritik pembelajaran. Dalam sesi ini, seluruh kekurangan yang ditemukan selama proses mengajar dikoreksi bersama oleh guru pembimbing dan didiskusikan untuk diperbaiki. Kritik yang diberikan tidak hanya bertujuan untuk menilai, tetapi juga untuk memberikan pemahaman kepada santri tentang metode mengajar yang lebih efektif dan profesional.
Sebelum tampil mengajar, santri telah mempersiapkan materi mereka dengan matang melalui proses I’dad Tadris, di mana mereka menyusun rencana pembelajaran dan mengonsultasikannya kepada guru pembimbing. Tak hanya itu, mereka juga menyiapkan media pembelajaran yang tepat, memilih metode penyampaian yang sesuai, serta berlatih menggunakan bahasa yang baik, terutama karena pesantren mewajibkan pengajaran dalam bahasa Arab dan Inggris.

Program ini memberikan banyak manfaat bagi santri, terutama dalam membangun rasa percaya diri mereka saat berbicara di depan umum. Selain itu, mereka juga belajar berpikir kritis dan cepat beradaptasi dengan berbagai situasi di dalam kelas. Dalam proses mengajar, seorang santri harus siap menghadapi berbagai pertanyaan dari siswa yang diajarnya dan mampu memberikan jawaban dengan baik. Kemampuan ini akan sangat berguna tidak hanya bagi mereka yang ingin menjadi guru di masa depan, tetapi juga bagi siapa saja yang ingin terjun ke berbagai profesi yang membutuhkan keterampilan berbicara di depan publik.

Amaliyah Tadris juga membentuk kedisiplinan dan tanggung jawab. Sebagai seorang pengajar, santri harus memiliki persiapan matang sebelum masuk ke kelas. Mereka belajar bagaimana menyusun rencana pembelajaran dengan baik dan disiplin dalam setiap tahapan mengajar. Lebih dari itu, pengalaman ini menjadi bekal berharga bagi mereka yang ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, terutama di jurusan pendidikan dan keguruan. Namun, bagi yang tidak mengambil jalur pendidikan, keterampilan berbicara dan presentasi yang didapat dari Amaliyah Tadris tetap akan menjadi modal penting dalam kehidupan mereka, baik dalam dunia kerja maupun dalam berbagai forum diskusi dan seminar.
Santri pesantren bisa dikatakan sangat beruntung karena mendapatkan pengalaman ini sejak dini. Mereka telah ditempa dan dibentuk menjadi individu yang siap tampil, berani berbicara di depan umum, serta memiliki pemahaman tentang metode pengajaran yang baik. Amaliyah Tadris bukan sekadar latihan mengajar, tetapi juga latihan hidup yang membentuk karakter dan keterampilan santri untuk masa depan.