Oleh Shibghatullah Arrasyid, M.Pd*
Berapa banyak orang yang tidak bisa mengendalikan syahwatnya hingga rela menghamburkan segala hartanya untuk menikmati kenikmatan dunia. Mereka lupa akan tujuan hidup mereka dan sibuk mengejar harta, terus menggali uang, tanpa menyadari bahwa mereka telah melupakan Tuhan mereka. Mereka bahkan tidak tahu lagi mana yang halal dan mana yang haram, sehingga jasad dan rohaninya pun menjadi binasa.
Belum lagi para pemuda yang menyia-nyiakan hidupnya hanya untuk menghabiskan waktu di warung kopi, bermain game, terlena dalam dunia yang fana. Mereka tidak memanfaatkan waktu untuk bekerja, mengolah sawah, atau melakukan hal-hal yang bermanfaat. Bahkan masa muda mereka pun terbuang sia-sia. Para pelajar pun tidak fokus, tidak memanfaatkan waktu untuk menambah ilmu yang kelak akan mengantarkan mereka pada kehidupan yang cerah. Namun semua itu hilang karena mengikuti syahwat dan hawa nafsu. Akibatnya, banyak kaum wanita yang terpaksa bekerja mencari nafkah, dan para pemuda yang tidak memanfaatkan waktu mereka saat muda, kelak ketika tua hanya bisa duduk di rumah, tidak dihormati oleh keponakan dan saudara-saudaranya. Mereka hanya menghabiskan waktu muda dengan sia-sia, tanpa makna.
Ada pula yang mencari harta sebanyak-banyaknya, namun tidak membelanjakannya. Mereka tidak menikmati hasil jerih payah mereka, tidak makan enak, karena tujuan hidup mereka hanyalah untuk mencari lebih banyak lagi harta. Namun, yang terbaik adalah mereka yang berada di tengah-tengahnya. Mereka tetap bekerja sesuai kemampuan mereka dan menikmati hidup. Pada hakikatnya, mereka mampu membelanjakan harta, tetapi tidak berlebihan. Mereka bisa makan enak, tetapi tidak melampaui kemampuan tubuh, sehingga tidak menimbulkan penyakit. Mereka menikmati hidup, membelanjakan harta dengan bijak, dan tidak lupa beribadah.
Dalam syariat Islam, boleh saja merayakan cinta hingga empat istri, tetapi ada yang hanya mengenal kesanggupan dalam hal itu. Ia menikah satu, dua, hingga empat kali, namun kemudian menceraikan dua istri dan menikahi yang lain. Ia mengikuti hawa nafsunya, mencari yang perawan, lalu menikah lagi dengan janda, hingga ia memiliki anak yang tidak sempat dirawat dan dididiknya dengan baik. Amanah Allah yang seharusnya dijaga malah terbengkalai, dan anak-anaknya pun tumbuh dalam kekacauan. Ia melupakan konsep keadilan dan kesanggupan, sehingga sangat merugikan agama dan bangsa. Harapan untuk generasi masa depan pun hancur akibat broken home, dan kehidupan saat tua hanya akan berakhir dengan kesendirian dan nestapa, karena ia menyia-nyiakan waktu muda hanya untuk menikah, bukan untuk memaknai pernikahan dengan sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Orang yang sederhana dalam beribadah juga tidak lupa dengan usahanya. Allah memerintahkan kita untuk shalat Jumat, namun juga memerintahkan untuk mencari rezeki. Rasulullah SAW memerintahkan untuk qiyamul lail, tetapi juga mengingatkan kita untuk memenuhi hak batin istri. Rasulullah juga menganjurkan untuk berpuasa, namun juga menganjurkan untuk berbuka dengan makan yang baik, sebagai hak tubuh. Rasulullah SAW sangat tidak menyukai sahabat yang tidak mau makan, tidak mau mencari rezeki, tidak mau memenuhi hak batin istri, atau tidak mau menikah. Beliau mengajarkan umat manusia untuk seimbang, tidak hanya fokus pada ibadah, tetapi juga memperhatikan dunia mereka.
Kesederhanaan adalah kunci untuk menjalani hidup yang seimbang. Istiqamah dalam beribadah adalah kunci untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dalam kehidupan sehari-hari, kita harus menjalankan roda kehidupan dengan penuh kebaikan. Kita harus jujur kepada diri kita sendiri dan kepada orang lain, tidak mengambil hak orang yang bukan milik kita, dan tidak menguasai harta wakaf atau harta umat tanpa hak. Kita juga harus menghindari sifat bakhil, tamak, dan dengki, karena itu merusak akhlak umat manusia.
Berusaha menempuh jalan kebaikan dan mencapai budi pekerti yang luhur adalah tujuan utama. Kita harus menjauhi segala bentuk kedurjanaan dan menempuh jalan yang telah ditentukan oleh agama. Sebab agama Islam telah memilih jalan yang sederhana dan memberikan kemaslahatan baik di dunia maupun di akhirat.
Semoga dengan kesederhanaan, kita bisa menemukan kebahagiaan sejati dan hidup sesuai dengan tuntunan agama, untuk dunia yang lebih baik dan akhirat yang lebih baik pula.
*Ketua Ikatan Family Al Manar (IFA) Periode 2024-2029, saat ini menjadi kepala sekolah di SMA Nurul Ishlah Banda Aceh