ALMANAR.ID – “Politik itu kotor, politik itu najis”. Kalimat ini sering kita dengar dari banyak orang ketika ditanya seputar dunia politik.
Politik selalu dikonotasikan kotor lantaran kerap kali disalahgunakan hanya sebagai instrumen meraih kekuasaan. Label atau stigma politik pun cenderung negatif.
Padahal, arti politik itu sendiri, menurut teori klasik Aristoteles, adalah ’usaha atau upaya yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama’. Jadi sangat jelas, makna politik sejatinya adalah cara dan usaha untuk meraih atau memperoleh kebaikan, bukan sebaliknya.
Sayang dalam praktiknya, politik diartikulasikan sebatas sebagai cara dan upaya untuk mencapai tujuan, yang muaranya adalah kekuasaan.
Untuk bisa menang, politik menghalalkan cara pun dijalankan. Politik yang didasari motif seperti ini yang sangat berbahaya karena sering kali mencederai norma-norma agama dan keadaban, yang jauh dari nilai-nilai kebaikan.
Lalu, apakah kita akan terus membiarkan stigma negatif tersebut melekat pada dunia politik?
Tentunya tidak demikian, kita harus mendukung dan menguatkan orang-orang baik untuk terjun dalam dunia politik.
Karena berpolitik bagian dari pada bernegara. Dan setiap dari kita memiliki beban untuk melindungi dan menjaga negara. Beragama itu asas dasar berjuang, dan bernegara untuk mengawalnya.
Imam Al Ghazali dalam kitabnya Al iqthisad Fi Al I’tiqad menyatakan, agama dan kekuasaan adalah saudara kembar. Agama merupakan pondasinya sedangkan kekuasaan adalah penjaganya.
Segala sesuatu yang tak memilki pondasi niscaya akan roboh. Segala sesuatu yang tak memilki penjaganya pasti akan musnah. Ini menunjukkan pada manusia “relasi antara agama dan kekuasaan merupakan hal yang sangat urgen, penting dan tidak terpisahkan”.
Islam adalah Agama paripurna yang mengatur segala aspek kehidupan manusia termasuk di dalamnya bernegara.
Rasulullah SAW sendiri mencontohkan, beliau sebagai kepala negara, mengangkat qadhi menjadi sebagai Panglima Perang ,mengirim delegasi delegasi diplomatik , hingga mengatur “Baitul Mal”. Itu semua merupakan aktivitas politik bernegara.
Saatnya Santri Mengabdi Dengan Dunia Politik
Kaum santri adalah orang-orang yang terdidik dengan nila-nilai pendidikan agama, dididik dan dibina dengan nilai-nilai kebaikan selama di pesantren.
Harapannya, para santri yang terjun dalam dunia politik dapat mengamalkan dengan kokoh nilai-nilai pendidikan tersebut.
Meskipun tidak sedikit yang meragukan bahkan menjadi cemoohan saat seseorang yang agamis turun ke dunia politik dianggap semua nilai-nilai kebaikan yang melekat padanya akan hilang saat seseorang tersebut berhubungan dengan uang anggaran, ataupun dana aspirasi.
Tentunya, stereotype ini dapat dicegah dan tidak berlaku bagi orang-orang yang teguh memegang nilai-nilai agama, meskipun godaan dan cobaan sangat berat, hanya iman dan ketaqwaannya kepada Allah yang mampu menjaganya dari hal-hal yang tidak baik.
Hari ini, kaum dayah atau pesantren pun sudah sangat melek dengan dunia politik, khususnya di Aceh. Para ulama telah bangkit menyerukan untuk menghadirkan partai politik dengan basis para calon legislatifnya (caleg) dari kalangan dayah atau para santri.
Kehadiran partai kaum dayah atau pesantren ini diharapkan menjadi kekuatan besar yang membawa kebaikan untuk kemaslahatan umat. Dan tentunya patut kita dukung dan memberi kekuatan untuk menguatkan orang-orang baik memegang kekuasaan.
Karena selama ini, para ulama hanya menjadi sandaran sementara para caleg menjelang pemilu, dan setelah meraih kemenangan, terkadang tidak sedikit para caleg tersebut tidak mengindahkan nilai-nilai pesan nasehat ulama.
Ini dia beberapa partai lokal Aceh yang diinisiasi oleh para ulama, diantaranya ; Partai Adil Sejahtera (PAS) Aceh, Partai Generasi Atjeh Beusaboh Tha’at dan Taqwa atau disingkat Gabthat dan Partai Darul Aceh.
Mengenal Lebih Dekat Caleg Pemilu 2024 Alumni Pesantren Al Manar
Pimpinan Pesantren, Dr. Tgk. H. Ikhram M. Amin, M.Pd, dalam amanat penutupan turnamen IFA Futsal Cup IV, Ahad, (14/1/2024) yang lalu, menyampaikan bahwa tahun ini ada beberapa alumni Al Manar yang menjadi calon legislatif, dan beliau berharap kepada sesama alumni untuk memberi dukungan sesuai dengan pilihan hati nurani masing-masing.
Beliau tidak memaksakan setiap alumni harus mencoblos caleg tertentu, karena urusan memilih adalah hak prerogatif seeorang tergantung pilihan masing-masing. Harapan beliau, jika tidak mencoblos caleg dari alumni sendiri, setidaknya, tidak menjelekkan tapi sebaliknya memberi semangat atau do’a.
“Kalian nilai pilah pilih sendiri siapa yang ingin kalian coblos, sesuai hati nurani masing-masing, tapi jika ada diantara alumni kita terpilih menjadi anggota dewan, itu akan memudahkan kita untuk menyampaikan aspirasi masyarakat” Ujar Ust. Ikhram saat itu.
Kepada alumni beliau mengingatkan bahwa besarnya nama lembaga pesantren bukan karena gedungnya, tapi karena kiprah alumninya di masyarakat.
Maka beliau berharap kepada seluruh ikatan family Al Manar agar terjun ke masyarakat mengambil peran masing-masing sesuai kemampuan individu alumni serta mengamalkan nilai-nilai pendidikan pesantren.
Adapun calon legislatif (caleg) DPRK Aceh Besar dari alumni Al Manar pada Pemilu Serentak 2024 ini diantaranya ; Muammar Khadafi No. Urut 8 dari partai PAS Aceh, Maulana Akhbar No. Urut 2 dari partai PAN, dan Ahmad No. Urut 9 dari partai PNA.
Ketiga caleg alumni Al Manar ini berasal dari Daerah Pemilihan (Dapil) yang sama, Dapil 5 yang meliputi kecamatan Krueng Barona Jaya, Ingin Jaya, Kuta Baro dan Blang Bintang.
Berikut profil masing-masing Caleg DPRK Aceh Besar alumni Al Manar :