Karya : Muthia
Santriwati Pesantren Modern Al Manar Kelas I Aliyah
“Razalla Hanifah turun sekarang nanti jatuh!” bentak wanita yang masih bercelemek dapur yang memergoki ulah anaknya yang sedang memanjat pohon rambutan milik mang Ujang.
“Bentar lagi aku turun! Nanggung ini dikit lagi.” jawabnya dengan mencoba menjangkau buah rambutan yang sudah sangat matang yang terletak di ujung batang dan anehnya Zella sama sekali tidak takut jatuh dari pohon yang berukuran lebih dari dua meter tersebut.
“Anak pesantren kok kayak Tarzan? Manjat pohon.” tanya Angga yang heran melihat sikap adiknya yang merupakan salah satu santriwati di pesantren ternama. Karena mendengar ucapan sang kakak, seakan akan menyindirnya yang tidak berlaku seperti seorang santriwati iapun turun dengan mata malas kearah Angga lalu berucap “Sesuci itu santri sampai gak punya dosa? Santri juga manusia yang punya nafsu dan dosa!” tekasnya yang mulai kesal terhadap kakaknya.
“Udah-udah Zella kapan mau bapak antar ke pondok?” tanya bapak.
“Jam-jam lima sore aja pak, ngapain cepat banget.”
“Jangan dong Zella, bakal macet nantinya, bapak antar jam tiga aja ya.”
“Aaaa- itu sih kecepatan pak.”
“Gak apa, nantikan ada liburan semester.”
“Ck, bapak gak sabaran banget ngurung aku di penjara suci itu.” Zella sudah mulai mengeyel agar si bapak mau menuruti keinginannya.
“Bukan gitu Zella, kata ustazah apa? Terakhir jam 4 kan? Kamu mau pakai jilbab pelanggaran lagi karena telat kembali?”
“Baru juga lima kali kena.” jawabnya dengan santai sambil memutar bola mata malas.
“Baru lima kali? Baru kamu bilang? Aku aja dari awal sampai lulus disana gak pernah botak!” kata Angga dengan lagaknya sangat membanggakan diri.
“Abang ya abang! Jangan samaain denganku!”
“Kamunya yang kecanduan melanggar!”
“Gimana gak candu, orang seru.”
“Zella, kenapa gitu ngomongnya? Mama masukkan kamu kesitu buat belajar, bukan melanggar peraturan.” kini mama sudah memulai tausiyahnya di depan zella. Lagi lagi ia memutar malas bola mata untuk kesekian kalinya.
***
“Rajin-rajin belajar.” titah bapak pada Zella Sambil mengelus-elus kepala anaknya yang bandel itu.
“Zella gak Janji hehehe.”
“Awas ya Zella kalau mama berkunjung kesini lagi kamu pakai jilbab pelanggaran. Siap-siap uang jajan mama stop-in tiga bulan!” ancaman mama di sambut dengan begongan lalu di sambung dengan senyum paksanya.
“Tenang saja mamaku yang garang namun punya cuan banyak di dalam dompetku, eh maksudnya di dalam dompet mama aku janji mungkin saja diriku tidak akan di pakaikan jilbab pelanggaran minggu ini.” ujarnya dengan tangan membentuk hati, namun senyum paksanya masih terihat.
“oh ya, aku titip salam dan maaf buat mang Ujang.”
“Hmm, untung aja mang Ujang gak marah.”
“Mang Ujang kan baik, gak kayak mama galak!” ucapnya lalu segera kaburdari hadapan kedua orang tuanya dengan berlari.
***
“Zella! Ana kangen banget sama anti!!” teriak Masya dari atas tangga saat melihat batang hidung milik Zella sudah muncul.
“Idih si najis, jangan buat ulah.”
“Hehe, anti pulang tiga hari aja kamar sepi.”
“Tiga hari aja rasa seabad samamu!”
Teng teng teng…
“Masyaallah tabarakallah takbir!” ucap Zella saat mendengar kontingan dari arah tangga.
Itulah ukhti Rana salah satu bagian keamanan putri yang bertugas membangunkan para santriwati karena azan ashar, agar semua santriwati bangun. Ia menggunakan pentungan yang ia ketukkan ke besi tangga.
“Ayo, pergi mesjid.” ajak Masya.
“Biarkanlah ana istirahat sebentar baru juga balik.”
“Kalau gitu ana duluan ya, mau ana jagain?”
“Yup, dekat kipas angin.” ucapnya lalu membaringkan tubuhnya ke atas ranjang dan dalam sekejap dia sudah terbang ke negeri awan.
“ALLAHU AKBAR ALLAHU AKBAR”
Karena mendengar suara azan berkumandang, Zella terbangun dan memperhatikan sekeliling karena sudah sepi.
“Suara azan…” ucapnya pelan.
“Oalah suara azan, pintar banget anti Zella!” pekiknya lalu beranjak turun memakai mukenanya. Masalah wudhu itu belakangan, sekarang yang ia lebih takutkan ialah bentakan dari ukhti Rana.
Langkahnya terhenti saat melihat dari balik dinding Ukhti Rana dengan tangan di siangkan ke dada.
“Mampus anti Zella, udah pasti kena hukuman ini, ya Allah aku pasrahkan kepadamu ragaku yang sebentar lagi akan lemas karena hukuman.” gumamnya sedikit berlebihan, lalu segera berlari ke arah mesjid.
“Kenapa baru datang? Gak jauhkan dari asrama ke mesjid?” tanya ukhti Rana dengan tatapan sinis bak seekor serigala yang bersiap menangkap mangsanya.
“Anu… ti.. hmm tadi ana ketiduran.” jawabnya sabil terbata-bata.
“Satu…” ucap ukhti Rana sambil memberi kode matanya untuk turun dan tampaknya
Zellapun ngeh dengan kode tersebut langsung turun untuk melakukan scotjump.
Pada kehitungan kesepuluh Zella sudah mulai terlihat terengah-engah. “lari sampai ke mesjid sekarang!” titah ukhti Rana dan langsung di tanggapi oleh Zella.
***
“Hosh hosh..”
“Kenapa?” tanya Masya.
“Telat Pergi ke mesjid di suruh Scotjump sama ukhti Rana berasa baru ikut tes masuk tentara.”
“Itu salah anti sendiri!”
“Namanya juga gak kebangun!” ucapnya dengan agak meninggikan nada suara.
“Razella Hanifah kebelakang sekarang!” itu suara Ukhti Syala salah satu bagian ta’mir mesjid yang selalu memperhatikan Zella yang hampir setiap saat melanggar.
“Ada apa ukhti?” tanya Zella.
“Jangan sok polos anti! Dari tadi ana liatin anti ngomong terus, udah tau telat ngomong lagi. Nanti waktu baca Al-qur’an berdiri anti di depan mesjid!” suara ukhti syala mulai meninggi, sehingga orang-orang melihat kebelakang.
“Kenapa liat kesini? Mana arah kiblat?” teriak ukhti syala sehingga serentak mereka kembali menghadap ke depan.
“Ana tunggu anti kalau nggak datang, ikob syadid ana tambah! sekarang kembali ke shaf anti!”
Shalat berjamahpun berlangsung selama 10 menit lamanya dan disambung dengan zikir serta shalawat dan saat waktunya membaca Al-qur’an. Zella di panggil oleh ukhti Syala dan diberdirikan di depan mesjid.
“Berdiri disini sampai ana panggil paham?”
“Paham ti.” setelah mendengar jawaban dari Zella, Syalapun berlalu kembali ke lantai dua.
Zella menutup wajahnya dengan Al-qur’an serapat-rapatnya, karena hampir seisi lantai satu yang di penuhi oleh santri putra melihat ke arahnya.
“Kayanya hukuman kali ini harus ana abadikan dalam sejarah. –Wanita Cantik yang terkena salah paham-.” batinnya yang terus mengomel.
“Ngapain pada liat ke sini sih?, secantik itukah aku?” batinnya lagi dengan memutar bola mata malas.
Waktu yang di tunggunya pun datang, terdengar lantunan shalawat yang di bawakan oleh seluruh santri.
“Akhirnya simulasi menjadi patung sudah selesai.” gumamnya dan betul saja tebakannya, ukhti Rana turun dari tangga lalu menyuruhnya untuk pergi menghampiri Dea.
“Sekarang masuk, jangan ulangi lagi untuk yang pulahan kalinya, ini baru ana berdirikan di depan mesjid belum di tengah lapangan bola sana.”
“Udah ti, udah. Jangan nambah beban malui ana lagi ti.” cengirnya sambil memeluk Al-qur’an di tangannya.
“Sekarang masuk, duduk perkelas.”
“iya ti, makasih ya.”
***
“Aaaa… sebel-sebel!” teriak Zella yang membuat seluruh penghuni kamar memnadanginya.
“Kenapa lagi sih anti?” tanya Masya.
“ Masa gini, ana baru balik nih udah dapat hukuman aja. Tadi telat pergi mesjid di suruh scotjump, gak sengaja ngomong dapat hukuman berdiri di depan mesjid!” serunya.
“Ana bukan robot yang siap siaga asal di kasih apapun, ana hanyalah gadis polos yang tidak megerti apa itu melanggar.” sambungnya lagi berlebihan bak pemeran drama.
“Sok dramatis!, udah ketempel tu di jidat anti PELANGGAR!” tekas Masya.
“Masya, magrib ini ga usah pergi ke mesjid yuk.” ajak Zella dengan muk memelas.
“Idih si Zella, melanggar ngajak-ngajak. Nggak ah.”
“Ayolah malam ini telur mata sapi pake kuah, enak lho.”
“emang mau dimana sembunyi?”
“Ada, ana udah nyusun strategi selagi tadi berdiri di depan mesjid.”
“Dasar!” ucap Masya sambil mencubit pelan lengan Zella.
***
“Anti serius kita disini sembunyinya?” tanya Masya yang tidak percaya dengan tempat yang sudah di rencanakan Zella.
“Kalo di bawah kasur sama di kamar mandi dari zaman nabi Adam pun keamanan udah tau, ana pastiin kita bakal ketauan.”
“Tapi gak di mansyar juga!” pekik Masya
“Syuuuttss!, jangan gede banget suara anti, nanti kita ketauan.” ucap Zella Pnik sambil membekap mulut Masya dengan tangannya.
“Lepasin!, lagian ide anti aneh aneh aja!” mata Masya memperhatikan kaki Zella yang tidak memakai sandal.
Zella terkekeh, mengetahui pandangan Masya yang tertuju pada kakinya yang tidak bersandal. “Hehe, kecolonngan tadi. Di ambil sama anak kelas satu palingan”. ucapnya sambil menggaruk kepala yang tidak gatal.
“Nak! Ngapain di mansyar magrib-magrib!” sebuah suara terdengar dari arah jendela lantai dua.
“Mampus kita! Pasyi itu ustazah Lela”. penik Zella sambil menaikkan kepalanya untuk melihat orang yang memanggilnya.
“Hehehe gak ustazah. Tadi mau ngambil baju, soalnya bentar lagi hujan turun tuh. Liat langit udah gelap.” entah mengapa semua alasanyang berada di kepala Zella mendadak menghilang dan menyisakan alasan yangtidak jelas itu.
“Alasan anti gaje[1] tau!” bisik Masya
“Diem aja, palingan ustazahya gak ngeh juga.” balasnya.
“Kalau udha selesai langsung masuk, banyak syaitannya di luar.” ucap ustazah Lela lalu menutup jendela lantai dua. Zella dan Masya saling memandang satu sama lain, lalu menghembuskan napas lega.
“Ana gak tau anti punya sihir apa, yang pasti ana salut sama alasan gaje anti.” ucap Masya.
“Ana punya sihir bisa ubah kecoak jadi pangeran setampan artis korea.” ujar Zella sambil menatap Masya. Reflek Masya menabok pipi Zella dengan pelan lalu berucap “udah, udah siap ngehalunya, entar di temenin sama kakak cantik tu.”
“Ih… nggak ah.”
“ya udah ayo masuk, udah mau azan ni.” ajak Masya.
***
Dan benar saja karena mereka berdua tidak mengikuti shalat berjamaah di mesjid alias malas pergi mesjid, mereka mendapat barisan pertama dalam mengantri pembagian nasi, tiba-tiba sebuah tangan menepuk pelan pundak Zella.
“Zella kenapa gak pergi ke mesjid?” tanya Lia.
“Gak tau, setan di badan ana lagi malas.” jawabnya.
“Absen loh, anti sam Masya alpa, ukhti Rana lagi yang ngabsen.”
“Kayaknya dunia emang suka banget ngejudesin ana ya? Asal ana melanggar pelanggaran ringan selalu aja keatuan.” Desahnya dengan melipat bibir kedalam sambil membuat wajah bengek.
“Kayaknya nanti malam bakalan di panggil deh.” ledek Lia yang memperhatikan wajah Zella yang sudah pasrah menerima hukumandar bagian keamanan.
“Ngomong sekali lagi ana lempar ni botol ke muka anti,” ancam Zella Kepada Lia.
Lia terkekeh lalu tersenyum “ Makanya, coba gak melanggar sehari aja.”
***
Dua pasang khimar[2] pelanggaran tersangkut di sebelah tangan ukhti Rana, di depannya dua gadis sedang menunduk menunggu jilbab iru di pakaikan ke kepala mereka.
“Razella Hanifah.”ukhti Rana mengangkat kepalanya melihat Zella.
“Hadir kak.” jawabnya.
“Kok pake kak?”
“eh, maksudnya ana hadir ukhti.” Rana hanya menggelengkan kepalanya melihat Zella.
“Zella kenapa gak pergi ke mesjid? Ana tau anti malas, kita semua juga malas. Tapi kami gak biarin malas itu ngalahin niat tulus buat mengahadap yang maha kuasa. Selalu ukhti liat Zella melangar, coba anti gak melanggar sehari aja. Ana tau anti juga gak tenang kan? Di kejar kejar sama ikob gak bisa tidur siang karena hukuman.” Rana berucap kemudian mengalihakan pandangan ke arah gadis di sebalah Zella.
“Masya Ananda.”
“Hadir ti..”
“Masya, ini pertama kali ukhti liar Masya melanggar. Kenapa?” pandangan Masya terus menunduk, sudah terbayang di kepalanya jika dia harus memakai jilbab berwarna hijau stabilo dan oranye tersebut.
“Ana Cuman ngikut.” suaranya pelan, tundukannya sangat terlihat kalau ia malu.
“Peraturan tetap peraturan, ukhti tetap ngasih khimar ini buat kalian, lima hari pakahi khimar, ikobnya berdiri di depan asrama sambil baca Al-qur’an dan shalat tahajud serta dhuha selama lima hari.” setelah ucapan itu, Rana menyerahkan khimar berwarna hijau dan oranye tersebut kepada Zella dan masya.
***
“Zella, Zella…” panggil Lia dari samping Ranjang Zella.
“apa?” tanyanya dengan muka sembab karena menangis semalaman.
“Itu di luar ada orang tua anti nyariin.”
“ck, bilang ana gak mau ketemu.”
“aduhai! Gak boleh gitu.”
“Sama aja ana keluar ana gak dapat uang jajan tiga bulan.”
“keluar aja ngomongin baik-baik.”
Akhirnya Zella menyerah, ia beranjak dari ranjangnya memakai jilbabnya dan berjalan keluar dengan langkah yang berat.
Di depannya, bapak dan mama berdiri menunggu anak gadisnya itu. Senyuman mama mulai pudar saat mendapati saat didapatinya gadis itu sedang memakai jilbab pelanggaran.
Setelah menyalami kedua orang tuanya Zella menunduk tidak berani menatap mama sama sekali.
“Kenapa Lagi?” bapak angkat suara, ia tidak ingin melihat anak gadisnya itu bersedih.
“Maafin Zella ma, Zella gak bisa berubah. Kalau memang mama gak mau kunjungan Zella lagi selama tiga bulan Zella terima kok ma.” rintik air mata mulai menetes di pelupuk mata sang gadis. Berbeda dengan yang ia pikirkan, mama malah memeluknya dengan hangat.
“Mama gak marah kok, Zella tetap semangat ngerjain hukumannya. Udah jangan nangis lagi, malu udah kelas 3 SMP.” ucap mama sambil mengelus halus kepala gadisnya itu.
Zella langsung mendongakkan kepalanya, menyeka air matanya lalu berkata
“Berarti mama masih mau kesini kan?” tanyanya.
“Tapi uang jajan mama kurangi.” ucap mama sambil tersenyum manis lalu memeluk lagi anak gadisnya itu.
“Kurangi ngelanggarnya, mama gak larang kamu ngelanggar tapi tapi jangan sering-sering.” titah mama.
“Namanya juga santri ma, pasti banyak ngelanggar.” ledek bapak yang melihat wajah Zella yang sudah memerah akibat terus-terusan menangis.
“Iya, nanti Zella janji gak bakal banyak ngelanggar lagi, tapi ada lah sesekali biar nambah warna di hidup Zella.” perkataan itu dihadiahi dengan pelototan dari mama.
“Hehehe Zella gak bercanda ma.” ledeknya.
Bapak dan mama hanya tertawa melihat anak gadisnya kini sudah menjadi gadis dewasa dan mereka percaya gadisnya akan tumbuh menjadi gadis yang hebat di kemudian hari.
*SELESAI*
[1] Gak jelas
[2] jilbab