Pusat Pelayanan:

[Cerpen] Harapan Sang Ayah

Wajib Baca

Karya  : Najmal Ulya

Santriwati Pesantren Modern Al Manar

Di sebuah pesantren yang bernama Al-Aqsha, terdapat seorang anak yang bernama Putra Muhammad Syekh Al-Mahir atau lebih dikenal dengan putra. Putra adalah santri baru di pesantren tersebut.  Dia masuk pesantren dikarenakan kemauan orang tuanya, dengan harapan putra semata wayang mereka dapat menjadi shaleh dan sukses di kemudian hari. Meskipun hidup dalam kesederhanaan, orang tua putra  selalu berusaha untuk mencukupi kebutuhan anak semata wayangnya. Putra terbilang anak yang tidak mempedulikan apapun, nakal dan tidak mau belajar. Dia juga sering meninggalkan kegiatan-kegiatan pesantren, juga sudah beberapa kali di panggil ke ruang konseling pesantren.

Pada suatu hari Putra merasa bosan dengan kegiatan  pesantrennya, lalu ia berniat untuk pergi jalan-jalan keluar pesantren atau lebih tepatnya “kabur”. Belum sampai ia jalan ke tempat tujuannya tiba-tiba di gapura pesantren dia berjumpa dengan ustad Mulyadi, beliau lebih di kenal dengan ustad Mul yang merupakan Ketua pengasuhan Pesantren Al-Aqsha. Melihat Putra sedang menuju keluar pekarangan pesantren, ustad mul langsung menghampiri putra dan membawa kembali putra ke dalam pesantren. Karena bukan pertama kalinya hal ini dilakukan oleh Putra, pihak pesantren lalu memanggil orang tua Putra.

Pada hari berikutnya, kedua orang tua Putra pun datang ke pesantren, dan langsung dipersilahkan masuk ke ruang meeting pesantren. “Maaf pak bu, saya menganggu waktunya. Tujuan saya mengundang bapak ibu kesini karena kami pihak pesantren sudah tidak sanggup lagi mengurus Putra, sudah beberapa kali dia masuk ruang konseling, dan kemarin Putra berniat kabur tetapi gagal karena berjumpa dengan saya. Kami pihak pesantren membuat keputusan bersama agar Putra di skors selama 3 hari, dan harapan kami Putra kami bapak bias menasehati Putra untuk menjadi lebih baik lagi.” jelas Ustad Mul.

“Sebelumnya saya selaku bapak dari Putra meminta maaf  kepada pihak pesantren atas kelakuan anak saya Putra, dan kalau memang itu yang terbaik bagi Putra maka kami akan membawa Putra pulang selama 3 hari, dan nanti saya akan menasehati dan mendidik Putra agar dia berubah dan lebih serius lagi menuntut ilmu di pesantren ini.” tutur pak Amir.

“Baik pak, mungkin hanya ini yang ingin saya sampaikan kepada bapak, dan kalau di dalam penyampaian saya ada kata-kata yang salah, saya minta maaf, dan sekarang bapak boleh menjemput putra di asrama.” ustad Mul mempersilahkan pak Amir.

“Kalau Begitu, saya permisi dulu ustad.”

Setelah keluar dari ruang meeting, pak Amir dan bu Asna menjemput Putra untuk membawanya pulang.  Sesampainya di rumah, pak Amir meminta Putra duduk bersama mereka. “Nak, kamu sudah lihat kan hasil dari perbuatanmu itu, coba sekarang kamu berubah pelan-pelan. Berubah untuk fokus menuntut ilmu.” tutur pak Amir.

“Tapi pak, aku ngak suka di pesantren, aku bosen. Aku ngerasa kayak di penjara pak.” jawab Putra.

“Ya Allah nak, kamu tidak boleh bicara seperti itu, bapak dan ibu memasukkan kamu ke pesantren biar kamu menjadi orang disiplin, shaleh, dan pandai ilmu dunia akhirat, nanti jika ibu bapak meninggal. Kami meninggalkan anak yang soleh yang selalu mendoakan bapak dan ibu.”  jelas pak Amir.

“Putra, nak. Putra kan anak satu-satunya yang ibu dan bapak punya. Jadi tolong ya nak, penuhi keinginan ibu dan bapakmu ini.”  tutur bu Asna dengan lembut.

Setelah mendengar nasehat dari ibu dan bapaknya, hati Putra mulai tergerak. “Ibu, bapak. Putra akan kembali ke pesantren, dan memulai kehidupan yang baru. Pak, bu, Putra minta maaf ya. Karena selalu menyusahkan bapak dan ibu.” ucap putra dengan rasa bersalah.

“Iya nak, yang penting kamu mengingat satu pesan dari bapak ini, teruslah mencari ilmu sampai kamu menjadi orang yang sukses yang bisa membanggakan ibu bapakmu ini nak, dan yang terpenting jangan pernah kamu tinggalkan shalat, dan selalu berdoa kepada Allah.” ucap Putra.

“Baik pak, Putra akan selalu mengingat pesan bapak.”

***

Setelah tiga hari Putra di rumah akhirnya tiba waktunya ia kembali ke pesantren. Setibanya di pesantren pak Amir berpesan pada Putra untuk selalu mengingat pesan beliau dan bu Asna dan tidak mengulangi kesalahan-kesalahan yang telah Putra lakukan sebelumnya.

Setelah hari itu, hari-hari Putra di isi dengan kegiatan-kegiatan pesantrennya. Dia tidak pernah bolos sekolah lagi dan semua ustazd-ustazd pengurus pesantren terkejut dan takjub melihat Putra yang berubah drastis.

Dua tahun berlalu, Putra telah menjadi anak yang rajin, taat peraturan, dan mulai menjadi kepercayaan para ustad. Suatu hari ustad Mulyadi meminta putra untuk berpartisipasi dalam lomba olimpiade sains yang akan diadakan bulan depan. Setelah berpikir panjang Putra pun menerima tawaran Ustazd Mul untuk mengikuti olimpiade tersebut. Dia belajar setiap hari dengan giat. Pagi, siang, malam ia terus belajar. Tidak lupa juga ia meminta restu kedua orang tuanya.

“Assalamualaikum bu, ini Putra” sapa putra ketika menelepon orang tuanya.

“Waalaikumsalam nak, bagaimana kabarmu disana?” balas Asna.

“Baik bu, kalau ibu sendiri apa kabar?”

“Alhamdulillah baik nak.”

“Oh iya bu, ngomong-ngomong bapak di mana?”

“Bapak lagi tidur nak, katanya tadi kurang enak badan.”

“Bu, maksud Putra menelepon ibu, Putra ingin meminta izin mengikuti lomba sains tiga hari lagi. Tolong doakan Putra ya bu.”

“Iya nak, sudah pasti ibu doakan, yang penting kamu belajar yang sungguh-sungguh ya. Ibu dan bapak akan selalu mendokanmu.”

“Siap bu. Kalau gitu Putra sudahi dulu telepon ya bu, assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam.”

Setelah menutup telepon, Putra kembali melanjutkan belajar. Sementara di rumahnya, bu Asna sangat sedih memikirkan keadaan pak Amir yang semakin hari kesehatannya semakin menurun. Bu Asna ingin sekali memberitahukan Putra tentang keadaan pak Amir sekarang, tapi pak Amir melarang keras, karena takut menganggu fokus belajar Putra.

Setelah menunggu lama, akhirnya hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Perlombaan olimpiade sains pun diadakan. Dengan semangat dan persiapan yang matang, Putra berangkat menuju tempat perlombaan, yang diantar oleh Ustazd Mulyadi selaku penanggung jawab. Sebelum memasuki ruangan, Ustazd Mul memanggil Putra ke hadapannya. “Putra lakukanlah yang terbaik, kamu harus mendapatkan hasil dari kerja kerasmu selama ini. Dan buatlah orang tuamu bangga dengan prestasimu. Ustazd yakin kamu pasti bisa.” ucap ustazd Mul.

“ Baik ustad, insyaallah saya akan melakukan yang terbaik. Dan membuat ibu bapak saya bangga.”

Bel masukpun berbunyi, para peserta lomba pun memasuki ruangannya masing-masing.

“Ya Allah mudahkanlah hamba dalam menjawab soal ini. Pak aku akan mewujudkan harapan bapak agar aku menjadi orang sukses.” batin Putra sambil berdoa. Setelah itu Putra mulai menjawab soal dengan fokus hingga dua jam pun berlalu, bel keluar pun berbunyi. Lembaran-lembaran soal pun dikumpulkan, Putra keluar dengan wajah tersenyum dan langsung menghampiri Ustazd Mul. Tiba-tiba Putra dikejutkan dengan kedatangan bang Agus  yang menemui mereka. Bang Agus merupakan tetangganya Putra.

“Eh bang Agus, ada apa bang?” tanya putra penasaran.

“Kamu harus tenang ya” ucap bang Putra yang semakin membuat Putra penasaran dan takut.

“Putra bapak kamu..” bang Agus memutuskan omongannya.

“Kenapa dengan bapak bang?” Putra semakin tidak mengerti dengan perkataan bang Agus.

“Bapak kamu sudah tidak ada Put.” jawab bang Agus dengan nada lemah.

“Apa? Ini enggak mungkin kan bang? Bapak nggak mungkin ninggalin aku secepat ini.”

Tangis Putra pecah, darahnya serasa berhenti mengalir, seakan dunia terbelah dua. Orang-orang yang berada di sekitar Putra melihat ke arah mereka dengan bingung.

“Putra, sabar nak, istighfar. Kamu enggak boleh seperti ini. Lebih baik sekarang kamu ambil barang-barangmu dulu dan kemudian kita pulang ke rumahmu.” ucap ustazd Mul menenangkan Putra.

Setelah mengambil barang-barangnya di ruangan mereka langsung bergegas ke rumah Putra. Sesampainya di rumah, Putra sudah tidak berdaya. Kakinya bergetar, jantungnya berdebar-debar, dan Putra langsung berlari masuk ke dalam rumah. Disana ia lihat sosok yang ia sayangi sudah terbaring tak berdaya. Langsung ia peluk tubuh bapaknya.

“Pak, bapak. Bangun pak. Kenapa bapak tega ninggalin Putra secepat ini? Kenapa bapak enggak nunggu Putra jadi orang sukses pak? Hiks hiks hiks, tangisan Putra kembali pecah. Bapak, Putra ikut olimpiade loh, hiks.” ibunya yang duduk di sebelah langsung memeluk Putra.

“Putra, nak, yang sabar. Kamu enggak boleh seperti ini. Kamu harus bisa mengikhlskan bapak nak.” tutur bu Asna.

Setelah itu, jenazah pak Amir segera di mandikan dan dikafani. Kemudian di bawa ke mushalla untuk di shalatkan yang diimami oleh Putra.

Semua orang telah kembali, tinggallah Putra dan ibunya yang masih di makam. “Bu, kenapa ibu enggak pernah bilang ke Putra kalau bapak sakit? Kenapa ibu tega sekali sama Putra?” ucap Putra.

“Nak, ibu juga ingin memberitahu kamu kalau bapak sakit, tapi bapak bilang nanti mengganggu fokus belajar kamu. Dan bapak bilang kamu harus selalu semangat, jangan melanggar lagi di pesantren dan harus menjadi lelaki shaleh dan sukses di masa depan. Putra kamu jangan sedih lagi ya nak, kamu enggak sendiri. Ibu masih disini, ibu yang akan selalu ada untuk Putra.” tutur bu Asna. Mendengar perkataan ibunya, Putra langsung memeluk erat bu Asna.

Sesampainya di rumah,  Putra dan ibunya membersihkan diri dan melakukan shalat magrib berjamaah juga mengaji bersama tak lupa berdoa untuk almarhum pak Amir. Setelah itu Putra berkata kepada ibunya. “Bu, bagaimana kalau Putra keluar dari pesantren, karena Putra tidak tega meninggalkan ibu sendirian disini.”

“Putra, kamu tidak perlu keluar dari pesantren hanya untuk menjaga ibu. Kamu harus melanjutkan pendidikan kamu di pesantren. Ibu masih bisa menyuruh mbak Ati untuk tinggal bersama ibu.” jawab bu Asna.

“Tapi bu, aku enggak mau kejadian seperti bapak terjadi lagi.” ucap Putra.

“Nak, hidup dan mati itu ketentuan Allah, jadi kamu tidak boleh berbicara seperti itu, kamu harus tetap kembali ke pesantren, dan melanjutkan pendidikanmu.” tutur bu Asna.

“Iya bu, baik.”

***

Seminggu telah berlalu, Putra kembali ke pesantren. Setelah kepergian bapaknya, sifat Putra berubah sangat berbeda dari sebelumnya. Yang dulunya Putra merupakan anak yang ceria, lincah, tetapi sekarang Putra lebih banyak melamun, murung, dan tidak fokus belajar. Melihat sifat Putra yang berubah ini, suatu hari ustazd Mul menghampiri Putra yang sedang melamun sendirian di depan masjid.

“Assalamualaikum.” sapa ustad Mul. “Eh, Ustad, waalaikumsalam.” jawab Putra.

“Putra enggak boleh loh banyak-banyak melamun, nanti datang setan.” canda ustad Mul.

“Hehehe, Putra nggak melamun ustad, Putra Cuma ingat bapak aja.” ucap Putra.

“Belakangan ini ustad lihat kamu sering melamun sendiri, tidak fokus belajar, apa karena kepergian bapakmu?”

“Ya seperti itulah ustad, Putra juga nggak tahu kenapa Putra jadi seperti ini.”

“Putra, kamu boleh bersedih, tapi kamu jangan berlarut dalam kesedihan itu, kalau kamu teringat bapakmu, berarti kamu harus bisa mewujudkan harapan bapakmu.” ucap ustad Mulyadi. Setelah berbincang banyak dengan Putra, ustad Mul pun pamit pergi. dan Putra pun membuang jauh raut murungnya itu, dia berpikir harus bisa mewujudkan harapan bapaknya. Putrapun berusaha belajar lebih giat lagi dan melawan rasa sedihnya.

Tibalah hari pengumuman lomba olimpiade sains yang Putra ikuti. Dan ternyata Putra mendapatkan juara pertama dan mendapatkan hadiah berupa uang tunai lima juta rupiah, sertifikat, dan yang paling membuat Putra terkejut ialah beasiswa kuliah ke Mesir. Hadiah dari lomba tersebut sangatlah berguna bagi Putra. Uang lima juta rupiah tersebut diberikan kepada ibunya untuk modal usaha. Setelah mendapatkan hasil dari kerja kerasnya, Putra semakin giat belajar dan pada akhirnya ia lulus dari pesantren Al-aqsha dengan predikat istimewa.

Bu Asna sangat bangga dengan predikat yang Putra dapatkan. Setelah lulus dari pesantren Putra Akan berangkat ke Mesir. Sebelum berangkat Putra berziarah ke makam Pak Amir terlebih dahulu. “Assalamualaikum ya ahlal Kubur, pak besok Putra akan ke Mesir, Putra janji akan menjadi orang sukses selepas dari sana, Putra akan mewujudkan harapan bapak.” ucap Putra sambil memegang batu nisan bapaknya. Setelah berdoa di kuburan bapaknya Putra dan bu Asna pun kembali ke rumah untuk mempersiapkan keberangkatan Putra esok hari.

Keesokan harinya.

“Bu, doakan Putra di sana ya, Putra akan kembali setelah Putra lulus nanti. Ibu baik-baik di sini ya.” ucap Putra pada ibunya.

“Iya pasti, ibu akan terus mendoakanmu nak. Yang penting kamu harus jaga diri baik-baik disana. Jangan pernah kamu tinggalkan shalat.” tutur bu Asna.

“Iya baik bu. Mbak, tolong jagain ibu Putra ya.” Putra beralih pada mbak Ati.

“iya Put, siap. Itu udah pasti.” mbak Ati menjawab.

Setelah berbincang –bincang, penumpang pesawat yang akan menerbangkan Putra telah di panggil. Putra memeluk ibunya kemudian dan pamit.

Setelah beberapa jam di udara akhirnya Putrapun sampai di Mesir. Setelah turun dari pesawat, Putra langsung bergegas menuju asrama tempat ia tinggal selama di Mesir. Di asrama ia mempunyai banyak teman yang berasal dari negara yang berbeda-beda.

Hari demi hari berlalu, Putra belajar dengan sangat giat dan tekun. Setelah empat tahun, akhirnya singkat cerita Putrapun lulus, dan langsung kembali ke Indonesia.

Sesampainya di rumah ia langsung memeluk ibunya, dan mengajaknya ke makam bapaknya. “Assalamualaikum ya ahlal kubur. Pak, ini Putra. Putra sudah berhasil mewujudkan harapan bapak, Putra sudah menjadi lelaki yang sukses pak, Putra di undang untuk bekerja di Kementerian Agama, Putra tidak menyesal dulu masuk pesantren, karena dari pesantren Putra terbiasa hidup disiplin. Putra sayang sekali sama bapak ibu yang sudah memberikan yang terbaik untuk Putra.” ucap Putra, kemudian dipeluk oleh ibunya.

Kesimpulan: jangan pernah kita bantah apa yang orang tua kita katakan, karena mereka lebih tahu yang terbaik bagi kita. Dan teruslah bekerja keras untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Karena percayalah usaha tidak akan mengkhianati hasil.

*SELESAI*

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terbaru

Gelar Upacara HUT RI Ke-79, Ini Pesan Pimpinan Pesantren Al Manar untuk Guru dan Santri

Aceh Besar – Pesantren Modern Al Manar melaksanakan upacara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-79...

Lebih Banyak Artikel Seperti Ini